Fiqh kontemporer : Fatawa Mu`ashirah (berjabat tangan dg lawan jenis) Yusuf Al Qardhawi
Selasa, 16 November 2010
Dalam fikih klasik, hukum berinteraksi dengan lelaki atau perempuan yang bukan mahram sangat dibatasi, salah satunya yaitu bersentuhan tangan seperti bersalaman. Namun beberapa ulama kontemporer seperti Yusuf Qardhawi memperbolehkan bersalaman selama tidak disertai syahwat serta aman dari fitnah. Mengutip fatwa Yusuf al-Qardhawi dalam Fatawa Mu`ashirah: Pertama, bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz (berlezat-lezat) dari salah satunya (apa lagi keduanya) maka keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi.
Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi (yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah) meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram. Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi.
Kedua, hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, yaitu dengan kerabat atau besan yang terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. Tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan wanita lain (yang bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat).
Bagi Yusuf Qardhawi, dalam hal bersalaman masih dimungkinkan adanya ijtihad, atau pengambilan putusan hukum oleh para ahli hukum Islam. Akan tetapi pendapat Qardhawi ini juga mendapatkan pertentangan di kalangan kelompok-kelompok puritan yang beranggapan bahwa terdapat kekeliruan dalam fatwa Qardhawi tersebut.
Menurut mereka, fatwa Qardhawi telah menyalahi hadis yang diriwayatkan oleh Ma`qil bin Yasar dari Nabi saw., beliau bersabda: “Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”(Thabrani dan Baihaqi)
Qardhawi tidak menampik keberadaan hadis tersebut, akan tetapi menurutnya dalam kasus bersalaman, ada situasi khusus yang diperlukan ijtihad dalam menghadapi problematika tersebut, dan dalam kaidah ushul fikih pun dikatakan bahwa al-ijtihad la yunqazu bi al-ijtihad, ijtihad tidak dapat dibatalkan, atau dihapus oleh ijtihad berikutnya. Seorang ahli hukum yang berijtihad akan mendapat pahala satu jika ijtihadnya salah, dan mendapat dua pahala jika ijtihadnya benar, tetapi kebenaran itu pun dalam penilaian Tuhan, bukan manusia lainnya.
Dengan demikian Yusuf Qardhawi tetap berpendapat akan kebolehan bersalaman dengan lelaki atau perempuan bukan mahram dengan mengajukan syarat-syarat sebagaimana yang disebutkan dalam fatwanya.
SH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar