Mainan layang-layang selalu dibuat dari selembar kertas/plastik berkerangka tali atau benang sebagai pengendali. Dalam setiap permainan layang-layang, besar ataupun kecil, dengan berbagai model dan warna yang berbeda, tapi tetap mempunyai tujuan yang sama. Terbang ke angkasa, menggapai langit biru dan melayang-layang mewarnai angkasa.
Setiap layang-layang yang terbang itu juga mempunyai karakter masing-masing. Demikian pula dengan seorang muslim, selalu punya karakter, warna, bentuk dan ukuran yang tersendiri. Sehingga siapapun yang menyatakan diri sebagai seorang muslim, dari manapun asalnya, ia tetap mempunyai tujuan yang sama, menggapai ridho Allah SWT.
Layang-layang, dari yang bentuknya sederhana sampai yang rumit sekalipun, untuk bisa terbang tinggi menjulang menghiasa angkasa, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu keseimbangan. Seimbang antara kiri dan kanan, antara kerangka dan sampulnya, antara kekuatan benang dengan ukuran dirinya. Dan tak terkecuali keseimbangan angin yang menghembuskan semilirnya.
Demikian halnya dengan seorang muslim yang ingin terbang dengan baik dan sempurna, ia harus mampu menyeimbangkan diri dalam menapaki kehdupannya. Kesimbangan antara jiwa dan raga, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat.
Tapi, untuk mencapai keseimbangan itu, layang-layang dirinya menempuh jalan yang bertahap dan berliku. Kerangkanya mesti diraut dan ditimbang, lalu dipotong jika ukurannya tidak sama. Demikian juga dengan kertas yang mesti ditempel halus, agar layang-layang tidak merasa keberatan badannya. Proses ini tentu membutuhkan kesabaran, keuletan, ketekunan dan ketelitian untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan sempurna.
Kerangka layang-layang yang diraut dan ditimbang sedemikian rupa itu memberikan isyarat kepada kita agar kita tak menyepelekan hal-hal yang kelihatan sepele. Padahal kesepelean itu, sebenarnya sangat mempengaruhi hasil akhir dalam hidup kita. Karenanya, dalam tubuh kita, jiwa dan raga perlu diperkokoh, agar ketika kita mendapat angin cobaan yang datang menghantam, kita tak mudah patah ataupun turun menghujam jatuh ketanah ataupun putus kendali hingga tebal.
Keakuratan dan kejelian itu, juga perlu kita perhatikan agar kita tidak menjadi layang-layang yang asal. Agar layang-layang yang buruk akan singit, berputar, miring, terbang tak karuan dan menghatam bumi dengan tidak baik. Karenanya kesabaranpun menjadi mutlak guna mendapatkan hasil sempurna. “Sungguh akan dibayar pahala orang-orang yang sabar dengan tanpa batas hitungan.” QS Az-Zumar:10)
Sedangkan sampul layang-layang menunjukan bahwa kita harus bisa memakai sampul untuk menunjukan identitas diri kita ditengah masyarakat. Baik itu pakaian, perilaku, akhlak dan semua kerangka hubungan sosial dimasyarakat lainnya. Tunjukan sampul yang baik, indah, sedap dipandang mata, hingga orang lain yang melihat tidak takut dan justru menjauh.
Dan ketika layang-layang telah terbang menuju angkasa, tali yang kuat dan kokoh akan mendukung layang-layang sebagai kendali. Seorang muslimpun, ketika mulai berkibar dan berikrar harus bisa menggunakan tali yang kuat dan baik, yang membuatnya terkontrol, tidak cepat putus asa, yang akan membuatnya bisa menggapai langit. Tidak seperti layang-layang putus yang tak tentu arah dan jatuh ditempat yang asing karena kendali yang putus.
Tali yang kuat, itulah yang membuat diri kita terkontrol. Tali itu tak lain adalah Al-Qur’an dan Al Hadist yang telah dinisbahkan sebagai pedoman dan aturan hidup agar manusia tak tergelincir ke jurang kenistaan yang menyerupai hewan. “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama kalianberpegang bertalian erat kepadanya. Kitab Allah (Al Qur’an ) dan Sunnahku.” Majalah Tarbawi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar