Sebuah kebaikan, memang lebih baik jika dilakukan tanpa diketahui oleh orang lain. Amal-amal ibadah, utamanya yang sunnah, menjadi sangat bernilai bagi kita, jika kita bisa melakukannya tanpa pengetahuan orang lain. Beribadah, bermunajat, mengadu, berdzikir, membaca ayat-ayat-Nya, sendirian. Tanpa orang lain, siapapun. Mengakui kealpaan, memohon ampun, menyerahkan semua urusan kepada Nya. Tak ada orang lain, siapapun.
Itu sebabnya Allah SWT memerintahkan kita mengisi sepertiga malam terakhir saat paling sunyi dengan memperbanyak ibadah sunnah dan berdo’a. Soal kesunyian ini, Rasulullah SAW juga mengisyaratkan bahwa do’a seorang muslim pada saudaranya, disaat sunyi dan tidak diketahui orang lain, cenderung lebih mustajab dan lebih mudah diterima oleh Allah SWT.
Ibnu Athoillah rahimallah pernah membahas masalah ini lebih jauh dan dalam. Katanya, “Kebanggaan mu bila orang lain melihat kelebihanmu adalah bukti ketidak jujuranmu dalam beribadah. Maka kosongkanlah pandangan orang lain terhadap dirimu. Cukup bagimu pandangan Allah terhadap dirimu tidak perlu kamu tampil dihadapan mereka agar engkau terlihat di mata mereka”. Ibnu Athaillah mengungkapkan sisi-sisi gelap dalam hati seseorang, yang sulit diraba keberadaannya. Ketidak jujuran seseorang dalam beribadah, ternyata bisa dinilai dari perasaan bangga atau tidak bila ada orang lain yang melihat kebagusan ibadahnya.
Semoga Alllah SWT membukakan pintu rahmat ampunan Nya untuk kita semua.
Saudaraku,
Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah mengibaratkan suasana sunyi dan tenang ini sebagai pendingin bagi otak menjadi tempat berfikir. Ia mengatakan, “otak diciptakan dalam keadaan panas ( hangat ) karena digunakan sebagai tempat untuk berfikir.Karena itu di dalamnya harus ada zat pendingin dan ia butuh tempat yang tenang, kokoh, bersih dari kotoron dan noda, sunyi dan terhindar dari keramaian dan keributan. ”Ibnul Qoyyim yang menjadi murid Imam Taimiyah itu lalu menggaris bawahi bahwa pikiran yang bersih, daya ingat yang hebat dan analisa yang tepat itu keluar ketika badan dalam badan tenang, tidak terlalu sibuk dan terhindar goncangan - goncangan yang menyibukan.
Begitulah saudaraku,
Banyak sekali manfaat yang bisa di peroleh dari beribadah dan melakukan amal kebaikan tanpa pengetahuan orang. Para ulama mengatakan bahwa ibadah dan kebaikan yang di lakukan dalam kondisi sunyi, selain bisa lebih memberi kekhusyu’an lebih menigkatkan keikhlasan, juga bisa mengajarkan kita untuk tidak memiliki sikap banyak bicara dalam bekerja dan beramal. Artinya, amal-amal di waktu sunyi, mendidik pelakunya untuk lebih banyak bekerja dari pada berbicara.
Ada istilah menarik tentang hal ini yang di sampaikan oleh Abdul Qodir Al Kailani. Ia mengistilahkan dengan kalimat shumtu sindan, yang berati diamnya rayap. Rayap binatang yang hampir tak pernah berhenti. Pekerjaan yang di lakukan rayap, menurut Abdul Qodir Al kalani, mengajarkan kita bagaimana sikap gigih dan keseriusan bekerja serta melakukan banyak perubahan tanpa peduli apakah pekerjaannya itu diketahui oleh oleh orang lain atau pun tidak. Perhatikannlah kata-katanya, “Yang kuingin dari kalian adalah kerja tanpa bicara. Itu bisa dilakukan oleh orang yang mengerti dan bekerja karena Allah. Bak binatang rayap yang terus menerus menggerogot tanpa kata-kata. Ia berjalan di atas bumi. Ia lakukan perubahan dan pergantian. Tapi bumi tuli terhadap kerja- kerja rayap.” (Al Fathur Rabbani /36-37)
Saudaraku,
Semoga kita bisa terhindar dari suasana yang merusak upaya kita untuk terus menerus melakukan amal salih. Semoga kita terjauhkan dari perilaku yang menghalangi usaha kita dalam menebar kebaikan. Perhatian orang, pembicaraan orang, hingga pujian orang. Karena kita memiliki kelebihan dan kebaikan dimata meraka, bisa menjadi salah satu pintu fitnah. Karena itulah, para salafusalih, umumnya lebih gemar menjadi orang yang tidak dikenal, tapi memiliki prestasi ibadah dan pengorbanan yang sangat hebat. Mereka lebih senang beramal secara diam - diam dan tak di beritakan orang. Mereka lebih suka menjadi prajurit bayangan yang rela berkorban namun tidak di ketahui dan di kenal orang.
Saudaraku,
Hati mirip seperti mata bisa melihat. Demikian yang di katakan syaikh Muhamad Ahmad Ar Rasyid dalam kitab Al Awa’iq. Sebagaimana mata, kemampuan hati dalam melihat berbeda - beda. Ada yang mampu melihat jarak yang jauh. Ada pula yang bahkan tidak mampu melihat benda besar yang ada di hadapan nya. Begitu pun hati, ada yang bisa merasakan kekurangan diri nya yang kecil. Tapi ada juga yang tidak bisa mengetahui aib dan kekurangan dirinya yang besar dan banyak. Kekuatan pandangan hati, sangat kuat kaitannya dengan kekuatan pemahaman dan kekuatan cahaya iman di dalam nya. Hati bisa semakin menurun kualitas dan kekuatan nya, karena kebodohan ilmu dan redupnya cahaya iman oleh kemaksiatan.
Waspadailah pujian yang bisa menurunkan kualitas hati, meraba kekurangan dan aib diri sendiri. Salah satu do’a Ali bin Abi Thalib ra yang terkenal ketika ia mendapat pujian dari orang lain, adalah: ’’Ya Allah, janganlah engkau hukum aku karena apa yang mereka katakan tentang aku. Berikanlah kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan kepadaku. Ampunilah aku karena apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku.’’
Saudaraku,
Mari tenggelam dalam kesunyiaan. Hanyut dalam keheningan. Mendengarkan setiap tarikan nafas merasakan detak dan irama jantung, bertafakur, bermunajat, berdo’a,beribadah kepada Allah SWT di waktu sunyi. Saat tak ada orang lain yang mengetahui amal - amal kita. Ketika tak satupun orang yang memperhatikan kita………
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar